Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Tekankan Pentingnya Literasi Digital Jelang Pemilu 2024

Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Lolly Suhenty mengingatkan pentingnya edukasi dan literasi digital untuk menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Penggunaan media sosial, membawa dampak positif dan negatif tersendiri terhadap pelaksanaan Pemilu.

Tidak dapat dipungkiri, media sosial dapat menjadi sarana untuk melakukan kampanye hitam, propaganda, ujaran kebencian, dan sebaran hoaks seputar Pemilu.

Kendati demikian, Lolly mengatakan, ada sisi positif penggunaan media sosial yang perlu ditingkatkan.

Menurut dia, media sosial dapat menjadi sarana untuk memberi pemahaman mengenai kepemiluan atau literasi digital.

"Ruang untuk melakukan literasi digital kepemiluan itu di sini," kata Lolly dalam diskusi Lawan Hoaks yang diadakan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dan ICT Watch di Hotel Mercure Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2022).

Menurut Lolly, sanksi pada Undang-Undang Pemilu, seperti denda atau hukuman penjara, tidak cukup untuk mencegah kandidat dan pendukungnya menyebarkan hoaks politik.

Pada Pemilu 2019 lalu, Bawaslu menerima laporan konten yang dinilai melanggar aturan kampanye di media sosial.

"Dari 5.103 laporan yang diterima Bawaslu, 193-nya kami laporkan," ucap Lolly.

Dari 193 laporan konten yang diminta untuk dihapus oleh Bawaslu, hanya 10 laporan take down yang diproses oleh platform media sosial.

Sementara, Bawaslu juga mendapati 147 iklan politik di media sosial. Dari jumlah itu, 134 iklan politik sudah diturunkan oleh platform.

Adapun pada 2020, Bawaslu merekomendasikan untuk menarik 182 konten di media sosial karena melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Belajar dari pengalaman Pemilu sebelumnya, Lolly menilai, penurunan konten hanyalah sebagai langkah cepat untuk menanggulangi hoaks politik.

"Dia hanya untuk tindakan cepat, tetapi akar masalahnya tidak akan selesai hanya dengan men-take-down sebuah publikasi," tutur Lolly.

Menurutnya, menurunkan konten di media sosial tidak serta merta mengatasi akar persoalan pelanggaran kampanye Pemilu di media sosial.

Salah satu tantangan pada Pemilu 2024 mendatang, menurut Lolly, kesamaan perspektif tentang pelanggaran kampanye di media sosial.

"Refleksi kami, satu, ternyata kita belum punya standar pemahaman yang sama, mana konten yang itu kemudian membahayakan, disintegrasi, SARA, kemudian mengandung unsur kekerasan dan sebagainya dengan platform," ujar dia.

Maka, dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk platfrom media sosial, untuk berkomitmen menciptakan ekosistem informasi yang sehat di tahun politik.

Selain menarik konten yang dinilai melanggar, penting untuk menekankan edukasi seputar Pemilu di ruang-ruang digital.

"Jadi, yang akan Bawaslu lakukan ke depan dalam konteks ini adalah menggandeng penuh teman-teman multiplatform, untuk dapat bersama-sama kami fokus pada edukasi kepemiluan," kata Lolly.

Tag
BERITA